Jumat, 26 Desember 2014

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN MBS YANG BERKUALITAS


IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH YANG BERKUALITAS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. H. Rosyid Rosihan

Oleh : Kelompok 1 ( Kelas VI C Sore )

Debi Liana Lestari ( 11.050.10067 )
Sri Asih ( 11.050.10041 )
Sukisno ( 11.050.10078 )
Mustofa Jamil Azfar ( 11.050.10089 )
Ahmad Muntaha ( 11.050.10079 )



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF
TANGERANG
2014


 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH YANG BERKUALITAS


Abstrak.

Kepala sekolah harus menyadari bahwa budaya sekolah yang ada saat ini tidak lepas dari gaya kepemimpinannya. Perubahan budaya sekolah yang lebih sehat harus dimulai dari gaya kepemimpinan kepala sekolah. Dalam pengembangan budaya sekolah, Kepala Sekolah berpengaruh terhadap tiga hal, yaitu: (1) Kepala Sekolah memperhatikan dan mengembangkan guru dan stafnya sesuai dengan potensinya, (2) dapat mempengaruhi guru-guru yang memiliki kemampuan kepemimpinan dan memiliki kemauan untuk memimpin atau dipimpin, dan (3) membantu menentukan sekolah agar memiliki jaringan informal yang diperlukan untuk membentuk kepemimpinan sekolah yang kuat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan budaya mutu di sekolah, yaitu:

(1) iklim dan lingkungan sekolah yang kondusif, (2) perangkat kerja dan fasilitas pembelajaran secara memadai, (3) prosedur dan mekanisme kerja yang jelas, (4) dorongan dan pengakuan atas prestasi kerja yang diraih guru dan staf.

Budaya sekolah penting perannya terhadap kesuksesan sekolah dengan beberapa alasan. Pertama, budaya sekolah merupakan identitas bagi para personil sekolah. Kedua, budaya sekolah merupakan sumber penting stabilitas dan kelanjutan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga memberikan rasa aman bagi personil sekolah. Ketiga, budaya sekolah membantu personil sekolah untuk mengintegrasikan apa yang terjadi didalam suatu sekolah. Keempat, budaya sekolah sangat membantu menstimulasi antusiasme karyawan dalam menjalankan tugasnya.


I.         PENDAHULUAN

Budaya merupakan produk lembaga yang berakar dari sikap mental, komitmen, dedikasi, dan loyalitas setiap personil lembaga. Budaya merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan di antara para anggota kelompok atau organisasi. Budaya juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan dan cara memandang persoalan serta pemecahannya.

Eksistensi budaya sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sekolah. Kondisi ini mengingat bahwa budaya sekolah berkaitan erat dengan perilaku dan kebiasaan-kebiasaan warga sekolah untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, serta cara memandang persoalan dan memecahkannya di lingkungan sekolah, sehingga dapat memberikan landasan dan arah pada berlangsungnya suatu proses pendidikan yang efektif dan efisien. Dengan demikian maka substansi budaya sekolah adalah perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup warga sekolah yang berusaha mendinamisir lingkungan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah. Budaya sekolah yang positif akan memberi warna tersendiri dan sejalan dengan pelaksanaan menajemen berbasis sekolah. Budaya positif tersebut antara lain: budaya jujur, budaya saling percaya, budaya bersih, budaya disiplin, budaya baca, budaya kerjasama, budaya memberi teguran dan penghargaan.

II.      PEMBAHASAN

a.  Konsep Budaya Sekolah

Budaya dapat didefinisikan sebagai sikap mental dan kebiasaan lama yang sudah melekat dalam setiap langkah kegiatan dan hasil kerja. Fungsi utama budaya adalah untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi merespons sesuatu, menghadapi ketidakpastian dan kebingungan.

Budaya adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai ”kerja” atau bekerja.

Pengertian budaya yang diberikan oleh Melville Herskovits (dalam Sobirin, 2007:53) bahwa: ”......is construct describing the total body of belief, behavior, knowledge, sanctions, values, goals that make up the way of life of people”. (Budaya adalah sebuah kerangka pikir yang menjelaskan tentang keyakinan, perilaku, pengetahuan, kesepakatan-kesepakatan, nilai-nilai, tujuan ayang kesemuanya itu membentuk pandangan hidup sekelompok orang).

Dari pendapat tersebut, menggambarkan bahwa budaya merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan di antara para anggota kelompok atau organisasi. Budaya juga dapat di lihat sebagai perilaku, nilai-nilai sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukukan penyesuaian dengan lingkungan dan cara memandang suatu persoalan serta pemecahannya.

Mencermati kedua pendapat yang telah dikemukakan tentang budaya, maka dapat dikatakan bahwa budaya merupakan pandangan hidup yang di akui bersama mencakup cara berpikir, berperilaku dan nilai-nilai yang tercermin dalam komitmen dan suatu loyalitas individu dalam merespon kebutuhan organisasi.

Nurkholis (2003:45) bahwa budaya sekolah sebagai pola, nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos, dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kategori dasar yang menjadi ciri-ciri budaya sekolah sebagai organisasi merupakan fondasi konseptual yang tidak tampak yang terdiri dari: nilai-nilai, falsafah, dan ideologi yanga berinteraksi dengan simbol-simbol dan ekspresi yang tampak yaitu: (a) manifestasi konseptual-verbal yang mencakup tujuan dan sasaran, kurikulum, bahasa, kiasan-kiasan, sejarah organisasi, kepahlawanan-kepahlawanan organisasi dan struktur organisasi; (b) manifestasi perilaku yang meliputi ritual-ritual, upacara-upacara, proses belajar mengajar, prosedur operasional, aturan-aturan, penghargaan dan sanksi, dorongan psikologis dan sosial dan bentuk interaksi dengan orang tua dan masyarakat; (c) manifestasi dan simbol-simbol material-visual yang meliputi fasilitas dana peralatan, peninggalan-peninggalan, keuangan, motto, dan seragam.

Ansar & Masaong (2011:187) mengemukakan budaya sekolah merupakan sistem nilai sekolah dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan serta cara warga sekolah berperilaku. Budaya sekolah dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana sekolah seharusnya dikelola atau dioperasikan.

Jerald Greenberg (dalam Ansar & Masaong, 2011:186) menambahkan bahwa budaya sekolah diartikan sebagai sistem makna yang dianut bersama oleh warga sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain. Jadi pada dasarnya budaya sekolah terkait erat dengan pandangan hidup yang dimiliki oleh sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Budaya sekolah disebut kuat bila guru, staf, stakeholder lainnya saling berbagi nilai-nilai dan keyakinan dalam melaksanakan pekerjaan. Budaya sekolah adalah kerangka kerja yang disadari, terdiri dari sikap-sikap, nilai-nilai, norma-norma, perilaku-perilaku dan harapan-harapan diantara warga sekolah. Bila sudah terbentuk maka keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan harapan-harapannya cenderung relatif stabil serta memiliki pengaruh yang kuat terhadap sekolah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka budaya sekolah dapat diartikan sebagai perilaku, nilai-nilai dan cara hidup warga sekolah. Budaya ini perlu dikembangkan ke arah yang positif sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Mengingat budaya sekolah terkait erat dengan tumbuhnya perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, serta cara memandang persoalan dan memecahkanya di lingkungan sekolah, sehingga dapat memberikan landasan dan arah pada berlangsungnya suatu pembelajaran secara efisien dan efektif. Dengan demikian pengertian budaya sekolah adalah perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup warga sekolah.

b.   Karakteristik Budaya Sekolah

Budaya sekolah berkaitan dengan cara warganya mempersepsikan karakteristik budaya sekolah. Artinya pemahaman ini penting untuk bisa membedakan antara budaya sekolah dan kepuasan kerja. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ansar & Masaong (2011:186) bahwa budaya sekolah memiliki empat karakteristik yaitu: (a) budaya sekolah yang bersifat khusus (distinctive) karena masing-masing sekolah memiliki sejarah, pola komunikasi, sistem dan prosedur, pernyataan visi dan misi; (b) budaya sekolah pada hakikatnya stabil dan biasanya berubah, dimana budaya sekolah akan berubah bila ada ancaman ”krisis” dari sekolah yang alain; (c) budaya sekolah biasanya memiliki sejarah yang bersifat implisit dan tidak eksplisit; (d) budaya sekolah tampak sebagai perwakilan simbol yang melandasi keyakinan dan nilai-nilai sekolah tersebut. Dari karakteristik ini, dapat dikatakan bahwa kejadian-kejadian internal dan eksternal yang terjadi di sekolah bisa mengubah budaya sekolah misalnya: kondisi dasar, teknologi baru, perubahan kebijakan, dan faktor lain.

Sudarwan mengemukakan bahwa karakteristik primer budaya sekolah yaitu: (a) keanggotaan komunitas sekolah yang inovatif dan siap mengambil resiko; (b) komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah, guru dan staf bertindak secara cepat dan tepat; (c) aksi riil komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah dengan guru, lebih dominan ketimbang verbalistik; (d) fokus kerja kepala sekolah dan guru berorintasi pada hasil, sedangkan teknik, dan proses kerja bersifat instrumen saja; (e) berorientasi pada orang atau komunitas pelanggan baik internal maupun eksternal; (f) sinergi secara tim, (g) keresponsifan dan keagresifan kerja yang tinggi; (h) keajegan dan konsistensi terhadap kebijakan; (i) keterandalan, visi, misi, tujuan, kebijakan, dan implementasinya, serta; (j) akuntabilitas dan sustainabilitas program.

Karakteristik budaya sekolah yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Nurkholis (2003:46) yaitu: (a) budaya sekolah akan lebih mudah dipahami ketika elemen-elemennya terintegerasi dan konsisten antara yang satu dengan yang lain; (b) sebagian besar warga sekolah harus menerima nilai-nilai budaya sekolah; (c) sebagian besar budaya sekolah berkembang dari kepala sekolah yang memiliki pengaruh yang besar terhadap gurunya; (d) budaya sekolah bersifat menyeluruh pada semua sistem; (e) budaya sekolah memiliki kekuatan yang bervariasi, yaitu kuat atau lemah tergantung pada pengaruhnya terhadap perilaku warga sekolah.

Mencermati berbagai karakteristik budaya sekolah yang dikemukakan tersebut, dapat dikatakan bahwa budaya sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: (a) antusiasme guru dalam mengajar; (b) penguasaan materi yang diajarkan; (c) kedisiplinan sekolah; (d) proses pembelajaran; (e) jadwal yang ditepati; (f) sikap guru terhadap siswa; (g) kepemimpinan kepala sekolah.



c.  Pengembangan Budaya Sekolah

Pengembangan budaya sekolah dilakukan dalam rangka membangun iklim akademik sekolah. Tanda-tanda perubahan sebagai akibat tindakan pengembangan dapat dilihat dari indikator. Indikator yang dapat dikembangkan tergantung pada nilai-nilai budaya yang menjadi fokus garapan pengembangan budaya sekolah.

Melalui pengembangan budaya sekolah yang dilakukan secara dinamis serta berpijak pada nilai, norma, serta filosofi yang disepakati oleh segenap stakeholder pendidikan di sekolah akan mampu menumbuhkembangkan sekolah menjadi pusat pengembangan dan pendewasaan peserta didik.

Depdiknas (2002:14) mengemukakan pengembangan budaya sekolah akan menunjukan kecenderungan budaya sekolah yang bersifat positif, negatif, dan netral. Budaya yang sifatnya positif agar lebih ditingkatkan, sedangkan yang sifatnya negatif diusahakan diminimalkan. Selanjutnya direncanakan suatu tindakan atau kegiatan yanga hasilnya diharapkan dapat mengubah atau membangun budaya positif yang dapat meningkatkan mutu akademik.

Objek tindakan dan cara pengembangan budaya sekolah harus timbul dari bawah. Untuk itu perlu selalu dimusyawarahkan dengan warga sekolah, termasuk orang tua melalui komite sekolah. Dengan demikian tindakan dapat dilakukan secara bersama-sama dan serempak, dan didukung oleh semua warga sekolah.

Ansar & Masaong, (2011:195) menjelaskan bahwa mekanisme pengembangan budaya sekolah dapat juga ditempuh melalui: (a) perbaikan desain dan struktur organisasi sekolah; (b) sistem dan prosedur kerja; (c) peningkatan fasilitas penunjang pembelajaran; (d) kisah-kisah, legenda, dongeng yang merupakan simbol-simbol bermakna di sekolah dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kepada warga sekolah; (e) pernyataan formal kepala sekolah berupa nilai-nilai, falsafah dan keyakinan-keyakinan yang perlu diwujudkan.

Terkait dengan nilai-nilai yang direkomendasikan sehubungan dengan pengembangan budaya sekolah, terungkap aspek budaya utama sebagaimana yang dikemukakan oleh Depdiknas (2002:14) yaitu sebagai berikut: (1) budaya jujur; (2) budaya saling percaya; (3) budaya kerjasama; (4) budaya baca; (5) budaya disiplin dan efiensi; (6) budaya bersih; (7) budaya berprestasi dan berkompetisi; dan (8) budaya memberi teguran dan penghargaan. Selanjutnya terkait budaya jujur mencakup: (a) transparansi dalam pengambilan kebijakan di sekolah seperti: penerimaan siswa baru dan keuangan sekolah; (b) kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas-tugas (tidak mencontek); (c) kesesuaian laporan dengan kenyataan.

Terkait budaya saling percaya mencakup: (a) pendelegasian wewenang jika pimpinan sedang ada tugas tertentu dan atau berhalangan tugas; (b) penetapan peserta penataran/pelatihan; (c) pembentukan tim kerja atau satuan tugas.

Terkait budaya kerjasama mencakup: (a) keterlaksanaan pembagian tugas; (b) cara pengambilan keputusan; (c) partisipasi komite sekolah, orang tua, masyarakat, dan alumni, (d) pelaksanaan team teaching.

Terkait budaya baca mencakup: (a) jumlah kunjungan ke perpustakaan; (b) jumlah buku yang dipinjam; (c) jenis buku yang dipinjam atau dibaca. Terkait dengan budaya disiplin dan efisiensi mencakup: (a) ketepatan waktu (jam PBM); (b) frekuensi kehadiran; (c) cara berpakaian; (d) ketepatan waktu rapat dinas di sekolah; (e) pemanfaatan media; (f) pemanfaatan komputer untuk kearsipan/administrasi sekolah.

Terkait dengan budaya bersih mencakup: (a) kebersihan halaman sekolah; (b) kebersihan ruang kelas/laboratorium; (c) kebersihan ruang kerja;(d) kebersihan kamar mandi dan WC. Sementara budaya berprestasi dan berkompetisi mencakup: (a) partsipasi dalam berbagai lomba; (b) motivasi berprestasi. Sedangkan terkait dengan budaya memberi teguran dan penghargaan terdiri dari: (a) pemberian teguran bagi yang berbuat salah; (b) pemberian penghargaan bagi yang berprestasi.

d.  Keterampilan Kepala Sekolah Dalam Pengembangan Budaya Sekolah

Upaya untuk mengembangkan budaya sekolah terutama berkenaan keterampilan kepala sekolah selaku pemimpin dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.

Keterampilan kepala sekolah pada dasarnya erat kaitannya dengan kecakapan, pengetahuan yang dimiliki oleh kepala Sekolah dalam merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan mengawasi sumber daya serta potensi yang dimiliki oleh suatu sekolah agar tujuan sekolah dapat dicapai. Sedangkan budaya sekolah adalah nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah yang akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan serta cara warga sekolah berperilaku tentang bagaimana sekolah seharusnya dikelola atau dioperasikan.

Peran kepala sekolah memberi orientasi pada terbentuknya budaya sekolah yang kuat, guna mendukung kesuksesan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ansar & Masaong (2011:192) mengemukakan bahwa keterampilan kepala sekolah yang berorientasi pada pengembangan budaya sekolah dapat diartikan sebagai upaya kepala sekolah untuk mempengaruhi, merubah, atau mempertahankan budaya sekolah yang kuat untuk mendukung terwujudnya visi, misi dan tujuan sekolah. Melalui keterampilan yang dimiliki oleh kepala sekolah maka kepala sekolah dapat mengembangkan dan memperkuat budaya sekolah, hal ini dapat dilakukan dengan upaya-upaya mengembangkan budaya sekolah yang bersifat positif, karena budaya sekolah yang bersifat positif mendukung peningkatan mutu pendidikan yang positif serta akan memberi warna tersendiri dan sejalan dengan pelaksanaan menajemen berbasis sekolah. Budaya positif tersebut antara lain: budaya jujur, budaya saling percaya, budaya bersih, budaya disiplin, budaya baca, budaya kerjasama, budaya memberi teguran dan penghargaan. Mencermati hal tersebut maka kepala sekolah melalui kompetensi yang dimilikinya dapat memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan budaya sekolah, sehingga secara maksimal dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan.

Budaya sekolah berkaitan erat dengan visi dan misi yang dimiliki oleh kepala sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi akan mampu mengatasi tantangan sekolah di masa depan. Hal ini akan efektif apabila: (1) kepala sekolah dapat berperan sebagai model (teladan); (2) mampu membangun team work yang kuat; (3) belajar dari guru, staf, dan siswa, dan (4) harus memahami kebiasaan yang baik di sekolah auntuk terus dikembangkan.

Uraian tersebut dapat dipahami bahwa kepala sekolah mempunyai peran penting dalam mengembangkan budaya sekolah. Kepala sekolah memperkuat budaya sekolah yang merupakan upaya-upaya untuk mengartikulasikan visi, misi, tujuan, nilai-nilai keunikan, sistem simbol, imbalan yang memadai, ikatan siswa dan masyarakat, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat membangun budaya sekolah yang kuat untuk meningkatkan keefektifan sekolah guna mencapai tujuan, karena budaya sekolah akan memberikan seperangkat norma yang dibutuhkan warga sekolah, sehingga dapat memberikan pemaknaan yang kuat terhadap apa yang dilakukan para guru, siswa dan staf di sekolah.

Mengacu dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kepala sekolah dalam mengembangkan budaya sekolah senantiasa merujuk pada ketrampilannya mengembangkan budaya unggul, yang kesemuanya tercakup dalam tiga keterampilan yaitu: (1) Keterampilan teknis (technical skills), (2) Keterampilan hubungan manusia (human skills), (3) Keterampilan konseptual (conceptual skills).

Penjabaran dari keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah dalam pengembangan budaya sekolah, dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ansar & Masaong (2011:194) antara lain: (1) kepala sekolah mengartikulasikan visi dan misi sekolah dalam rangka menciptakan kesatuan ide tentang sekolah sesuai dengan yang dicita-citakan; (2) mengartikulasikan nilai-nilai dan keyakinan dalam organisasi sekolah; (3) menciptakan desain dan struktur organisasi sekolah; (4) menciptakan sistem simbol yang dapat memperkuat keunikan sekolah; (5) membangun sistem reward yang sesuai dengan norma dan nilai yang ada di sekolah; (6) membangun hubungan sosial dan emosional antara siswa, guru, dan masyarakat sesuai dengan komitmen dan visi sekolah.

Pendapat senada dikemukakan oleh Sauis bahwa peranan utama kepala sekolah dalam menciptakan budaya sekolah adalah: (1) memiliki visi yang jelas; (2) memiliki komitmen yang jelas mengenai perbaikan mutu; (3) mengkomunikasikan perbaikan mutu; (4) menjamin kebutuhan pelanggan sebagai pusat kebijakan di sekolah; (5) menjamin tersedianya saluran yang cukup untuk menampung saran-saran pelanggan internal dan eksternal; (6) memimpin pengembangan staf; (7) bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menghadapi kesalahan staf; (8) mengarahkan inovasi sekolah; (9) menjamin kejelasan struktur organisasi dalam menegaskan tanggung jawab dan memberikan pendelegasian yang cocok dan maksimal; (10) memiliki sikap teguh untuk mengeluarkan penyimpangan dari budaya sekolah; (11) membangun budaya kelompok kerja aktif; dan (12) membangun mekanisme yang sesuai untuk memantau dan mengevaluasi keberhasilan.

Keterkaitan keterampilan kepala sekolah dengan budaya sekolah dapat dilihat dari bagaimana mereka membentuk atau mempertahankan budaya sekolah yang kuat. Sebagaimana penjelasan Yulk yang merupakan refleksi dari penelitian Trice dan Beyer bahwa: budaya dipengaruhi oleh berbagai perilaku pemimpin, termasuk contoh-contoh yang diterapkan, apa yang diperhatikan pemimpin, cara memimpin, mengalokasikan imbalan-imbalan, dan cara memimpin membuat pilihan, promosi, dan keputusan untuk memberhentikan orang. Mekanisme-mekanisme tambahan untuk membentuk budaya termasuk rancangan struktur organisasi, sistem manajemen, fasilitas, pernyataan formal tentang ideologi,dan kisah-kisah formal, dongeng-dongeng serta legenda-legenda. Jauh lebih mudah untuk menanamkan budaya baru daripada mengubah budaya yang sudah ada. Namun demikian, kepemimpinan kultural juga penting untuk memperkuat budaya dalam sebuah organisasi sekolah.

Dari sini lahir rasional bahwa kepemimpinan efektif kepala sekolah berkaitan dengan keterampilannya dalam mengartikulasikan nilai, keyakinan, dan perilakunya dalam pengembangan budaya sekolah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengembangan budaya sekolah sangat tergantung pada keterampilan kepala sekolah dalam mengarahkan aktivitas warganya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak untuk membangun budaya sekolah yang kuat. Di sini seorang kepala sekolah dituntut untuk mengelola unsur-unsur budaya sekolah yang termanifestasi dalam dalam tiga keterampilan yaitu: (1) Keterampilan teknis (technical skills), (2) Keterampilan hubungan manusia (human skills), (3) Keterampilan konseptual (conceptual skills).

e.     Strategi Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Mutu di Sekolah

Budaya mutu yang baik adalah yang dikembangkan secara utuh dan terpadu sebagai suatu sistem. Bangunan budaya mutu di sekolah yang harus dikembangkan dengan mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan, sedangkan visi dan misi harus berfokus pada costumer (pengguna jasa) baik internal maupun eksternal. Salain itu, nilai-nilai dan keyakinan itu harus mampu meningkatkan keterlibatan warga sekolah, stakeholder dan masyarakat. Keyakinan dan nilai-nilai tersebut harus mampu mendorong dan meningkatkan komitmen kerja untuk menghindari dan mengantisipasi aspek-aspek yang dapat mengganggu terwujudnya tujuan sekolah. Segala permasalahan harus dievaluasi dan ditindaklanjuti dengan prinsip perbaikan berkelanjutan. Bangunan budaya mutu berkelanjutan dapat dilihat pada gambar berikut



1)  Visi dan Misi

Kepala sekolah dituntut untuk merumuskan dan menetapkan visi dan misi sekolah sebagai kesatuan ide dan perekat bagi warga sekolah. Untuk mewujudkan visi dan misi sekolah yang telah dirumuskan perlu ditetapkan tugas dan fungsi masing-masing individu.

Menurut Siagian (1995) visi dan misi merupakan maksud dan kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas sekaligus membedakannya dengan organisasi lainnya. Demikian pula halnya sekolah, visi dan misi yang telah dirumuskan harus menggambarkan karakteristik unik sekolah yang dapat diterjemahkan dalam aktivitas-aktivitas yang lebih operasional.

Menurut Yukl (1981) memahami visi dan misi merupakan hal yang saling menyatu, karena visi merupakan sumber harga diri dan tujuan bersama bagi warga sekolah. Visi sebagai sebuah gambaran yang menarik dan intuitif mengenai bagaimana sekolah menuju masa depan yang lebih baik. Visi dapat diartikulasikan dalam bentuk pernyataan misi (mission statement) yang mengandung nilai-nilai dan tema-tema utama. Simano (dalam Asrin, 2006) membedakan visi dan misi dalam kerangka tujuan masing-masing. Visi terkait dengan apa yang didambakan (what do we want to have) di masa depan, dan misi merupakan dambaan bagaimana mewujudkan visi ke depan (what do we want to be).

Sedangkan misi menurut pandangan Osborne dan Gaebler adalah menggerakkan sekolah secara lebih baik. Keunggulan misi secara nyata yaitu bahwa sekolah yang digerakkan sesuai misi lebih efesien, lebih efektif, lebih baik, lebih fleksibel, dan mempunyai semangat yang lebih tinggi. Visi dan misi yang kuat menjadi milik sekolah melalui proses yang terkelola dan terencana secara baik oleh kepala sekolah. Saskhin dan Mouy menjelaskan empat langkah dalam membangun visi yang kuat, yaitu; (1) mengekspresikan visi, (2) menjelaskan sebuah visi, (3) melaksanakan sebuah visi, (4) memperluas jangkauan sebuah visi.

Melalui proses tersebut, visi sekolah dapat difahami, dihayati dan dilaksanakan oleh warga sekolah sesuai peran dan tanggungjawabnya masing-masing. Oleh karena itu, dalam melakukan rekrutmen kepala sekolah harus diutamakan yang memiliki pemahaman tentang visi dan misi agar dapat mewujudkan tujuan sekolah secara efektif. Selain itu, kepala sekolah mengemukakan dan menjabarkan visi dan misinya pada semua warga sekolah, stakeholders dan masyarakat. Dengan demikian visi dan misi bersifat powerfuul dalam menggerakkan sekolah. Selain itu, visi merupakan kepemilikan (ownership) dan komitmen (commitment) dasar sekolah, yang didambakan staf dan masyarakat luas.

2)  Keyakinan dan Nilai

Keyakinan dan nilai merupakan ide-ide mendasar sesuai yang diinginkan, yang benar, dan yang dianggap baik oleh sebagian besar warga sekolah. Sekolah sebagai organisasi mempunyai nilai-nilai yang diyakini oleh warganya yang termanifestasi pada cara berpikir, bertindak dan menyikapi hal-hal yang terkait dengan sekolah. Nilai dan keyakinan dalam kepemimpinan merupakan landasan filosofis semangat sekolah (spirit of school), sehingga sekolah dapat bergerak sesuai dengan visi dan misi yang diharapkan. Nilai dan keyakinan kepala sekolah tentang sekolah yang dipimpinnya merupakan dimensi terdalam dari nilai-nilai universal yang diemban, sekaligus merupakan refleksi dari nilai dan keyakinan masyarakat sekolah.

Nilai dan kayakinan yang dimiliki kepala sekolah, biasanya termanifestasi dalam diri sekolah. Di mana kepala sekolah berupaya agar nilai dan keyakinannya dapat menjadi harapan dan milik sekolah. Peran dan tanggung jawab kepala sekolah adalah untuk mentransformasi nilai dan keyakinan agar terwujud sebagai bentuk prilaku sekolah. Kepala sekolah mengarahkan nilai dan keyakinan untuk membangun budaya sekolah yang unggul (culture of exeuence school).

Nilai dan keyakinan akan dapat memberikan kontribusi besar dalam menggerakkan sekolah sangat tergantung pada peran dan tanggung jawab kepala sekolah. Ia dituntut untuk mengkomunikasikan nilai dan keyakinan sekolah agar memberikan dampak positif terhadap prilaku stafnya. Siswa, guru, karyawan, orang tua, dan masyarakat harus memahami, menghayati dan mengartikulasikan nilai dan keyakinan untuk menggerakkan semua sumber daya sekolah dalam mencapai tujuan.

Kepala sekolah dituntut dapat membangun nilai dan keyakinan sekolah yang kokoh sebagai landasan mewujudkan sekolah yang baik (good school). Nilai dan keyakinan tersebut dapat menjadi landasan moral prilaku warga sekolah. Kepala sekolah membangun nilai dan keyakinan anggota didasarkan pada visi dan misi sekolah tersebut.

Norma dapat dipahami sebagai seperangkat ketentuan yang berlangsung secara alami atau ditetapkan oleh suatu kelompok untuk ditaati bersama. Norma dapat berupa kebiasaan, adat-istiadat dan peraturan.13 Norma dapat menjadi referensi anggota dalam berpikir dan bertindak tentang apa yang akan dicapai di sekolah. Itulah sebabnya, sekolah yang memiliki norma akan melahirkan karakteristik budaya sekolah yang berkualitas.

Sekolah yang memiliki budaya mutu dapat dilihat dari kemampuan sekolah untuk menciptakan seperangkat norma sebagai acuan warga sekolah dalam berprilaku di sekolah. Kepala sekolah, guru, siswa, dan pihak lainnya tanpa norma yang tertanam dalam aktifitas sehari-hari maka akan sulit untuk mencapi tujuan sekolah secara efektif dan efesien. Di sinilah kepala sekolah dituntut untuk membangun norma sekolah agar tercipta iklim sekolah yang bermutu.

Seperangkat peraturan sekolah merupakan bentuk norma yang terorganisir di sekolah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Semakin kuat norma yang ditetapkan di sekolah maka akan terbangun budaya mutu yang berkualitas baik pula.

3)  Sistem simbol (Pemaknaan Pencapaian Tujuan)

Simbol yaitu tindakan atau obyek-obyek materil yang diterima secara sosial sebagai gambaran nyata tentang sesuatu (Zendin). Simbol sekolah dapat sebagai suatu bentuk pemaknaan yang lebih kongkrit dari tujuan yang diinginkan. Simbol dapat berupa tindakan-tindakan nyata yang dapat membawa implikasi sekolah dalam menanggulangi faktor penghambat keberhasilan. Aktifitas-aktifitas sekolah dapat ditampilkan dalam bentuk simbol yang jelas yang dapat memberi makna dan harapan terhadap warga sekolah sehingga menjadi ciri tersendiri dalam pengembangan budaya mutu sekolah secara efektif dan efisien.

Keberhasilan kepemimpinan kapala sekolah dapat dilihat dari kuatnya sistem simbol (kekhasan) yang diciptakan di sekolah yang dapat membedakan dengan sekolah lain. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan apresiasi siswa, guru, karyawan, orang tua, dan masyarakat terhadap keunggulan sekolah. Melalui simbolisasi dapat diilustrasikan tentang sesuatu yang dihargai, bermakna, dan yang diinginkan dalam mencapai tujuan sekolah.

4)  Sistem Penghargaan

Menurut Reborejenis penghargaan dapat bersifat intrinsik dan ektrinsik. Penghargaan intrinsik yaitu penghargaan yang diberikan karena melaksanakan tugas-tugasnya sehingga motivasinya lebih meningkat, sedangkan penghargaan ekstrinsik dapat berupa kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung bisa berupa upah yang diberikan atau tugas tambahan, sedangkan kompensasi tidak langsung berupa imbalan yang diberikan baik verbal maunpun nonverbal.

Penghargaan sebagai bentuk reward yang diberikan kepada semua guru dan staf baik dalam bentuk uang, promosi, penghargaan dan atau pengakuan akan memberikan motivasi yang kuat bagi terwujudnya budaya yang baik. Gaji merupakan salah satu faktor penyehat yang dapat mempengaruhi peningkatan moral kerja guru di sekolah. Sementara penghargaan di sekolah bisa dilakukan dalam bentuk yang sederhana seperti pujian, dorongan dan motivasi yang dilakukan oleh kepala sekolah. Demikian pula penghargaan dapat diberikan oleh guru-guru kepada para siswanya di kelas.

5)  Hubungan Sosial dan Emosional

Hubungan emosional dan sosial kepala sekolah dengan bawahan harus mampu menciptakan iklim sekolah yang sehat (Goleman, 2001). Kemampunan kepala sekolah dalam membangun hubungan sosial dan emosiaonal yang baik di sekolah sangat ditentukan oleh aspek interpersonal dan intrapersonalnya. Aspek interpersonal terkait dengan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan aspek intrapersonal terkait dengan keperibadian kepala sekolah. Aspek interpersonal dan intrapersonal akan mempengaruhi kepala sekolah dalam menciptakan hubungan emosional dengan guru, staf dan siswa.

Hubungan sosial dan emosional antara guru, siswa dan staf yang baik, akan melahirkan budaya sekolah yang sehat bagi terwujudnya proses pendidikan yang berkualitas. Paling tidak tiga komponen sekolah yaitu guru, siswa dan staf dapat menciptakan kondisi lingkungan yang produktif. Hubungan ini tentu akan lebih bermakna apabila kepala sekolah memberikan apresiasi yang positif terhadap semua proses pendidikan di sekolah. Untuk itulah tugas dan tanggungjawab kepala sekolah akan besar pengaruhnya bagi terwujudnya hubungan sosial dan emosional yang sehat.

Kepala sekolah dalam membina hubungan sosial dan emosional hendaknya memperhatikan perilaku dan kebutuhan stafnya, agar bisa di arahkan untuk terciptanya lingkungan sosial sekolah yang harmonis. Dalam rangka ini, kepala sekolah dapat melakukan kritik yang membangun, meningkatkan integritas pribadi, dan mengembangkan pola hubungan yang manusiawi.

6)  Akuntabilitas

Akuntabilitas sekolah sebagai sebuah pengakuan tertinggi, baik secara internal maupun eksternal di tengah masyarakat luas (Depdiknas, 2001). Akuntabilitas sekolah merupakan pengukuran kinerja dan aktivitas-aktivitas untuk memenuhi standar mutu (Watson & Supovitz) terutama kemampuan sekolah untuk memfokuskan diri pada kebutuhan pelanggan (costumers needs). Kekuatan sekolah yang memfokuskan diri pada pelanggan akan memberikan layanan pendidikan yang memuaskan.

Menurut Murgatroyd dan Morgan (1994) dalam penelitiannya tentang keefektifan sekolah ditemukan penyebab utama sekolah mempunyai kinerja yang tinggi yaitu; (1) budaya atau iklim sekolah; (2) kepemimpinan dan sistem sekolah; dan (3) dukungan orang tua. Itulah pentingnya akuntabilitias sekolah untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan.

7)  Perbaikan Mutu Berkelanjutan

Komitmen dan upaya untuk melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mutu hendaknya menjadi perhatian semua komponen sekolah. Oleh karena itu, sekolah dituntut untuk memperbaiki secara berkesinambungan sumber daya pendidikan agar mutu sekolah terus mengalami peningkatan. Guru, staf, dan siswa hendaknya berupaya secara intensif mengembangkan kompetensinya dalam rangka peningkatan mutu sekolah. Kepala sekolah sebagai pimpinan yang bertanggung jawab dalam memimpin perbaikan mutu sekolah dituntut untuk melakukan upaya-upaya sistemik dalam memperbaiki mutu sekolah Langkah-langkah proses peningkatan dan perbaikan mutu sekolah meliputi: (1) memahami masalah-masalah sekolah, (2) identifikasi dan dukumentasi proses, (3) mengukur unjuk kerja, (4) mengembangkan ide-ide; dan (5) menerapkan solusi dan mengevaluasi.2 Untuk itulah kepala sekolah harus memilki komitmen yang kuat untuk melakukan perbaikan mutu sekolah secara berkesinambungan. Komitmen sekolah terhadap perbaikan mutu diharapkan dapat dimiliki oleh semua komponen sekolah yang ada. Dengan adanya komitmen yang kuat maka sekolah akan selalu respon atas perkembangan dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung peningkatan mutu sekolah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat.


III.   PENUTUP

Untuk membina dan mengembangkan budaya sekolah tidak lepas dari peranan kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin, diharapkan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas kepemimpinannya yang mengarah kepada pembentukan budaya sekolah yang kondusif, yaitu adanya kepatuhan, kesetiaan, pengabdian dan kegotong-royongan dari warga sekolah. Dukungan atau dorongan oleh kepala sekolah terhadap guru-guru untuk menciptakan budaya sekolah yang positif dan memberikan semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasinya, pada gilirannya guru akan senantiasa berusaha untuk bekerja lebih baik.

IV.  DAFTAR RUJUKAN

Ansar dan Masaong. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Gorontalo: Sentra Media

Arcaro, Jerome. S. 1995. Quality in Education: An Implementation Handbook. Terjemahan. St. Lucie Press.

Asrin. 2006. Kepemimpinan Kepala Sekolah pada Budaya Mutu di Sekolah. (Disertasi). Malang: PPS Universitas Negeri Malang

Danim, Sudarman, 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas, 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat PLP Hanson, E. Mark. Dkk. 1985. Educational Administration and Organizational Behavior. Third

Edition. USA. Allyn and Bacon. Inc.

Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Margaroyd, S & Coll in, M. 1993. Total Quality Management and The School Philadelphia. Open University Press.

Masaong, A.K. Menggali Pengalaman Empirik Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di MI Unggulan Kota Gorontalo. MakalahDisajikan pada Seminar Nasional ISMaPI

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia. Owens, R. 1981. Organizational Behavior In Education. Second Edition. New Jersey: Englewood

Cliffs. Prantice Hall, Inc.

Robbins, P.S. Organizational Behavior. Tenth Edition. Terjemahan. 2003. New Jersey: Upper Saddle River. Prentice Hall.Inc.

Rusdinal. 2006. Pengembangan Organisasi dengan Pendekatan Manajemen Berbasis sekolah (Studi Multisitus pada Tiga Sekolah Dasar Negeri di Kota Cendekia). Malang: PPS UM.

Sergiovanni, T. 1991. The Principalship: A Refelctive Practice Perspective. Boston. Allyn and Becon.

Sondang P.S. 1995. Manajemen Strategis. Jakarta: Bumi Aksara.

LAMPIRAN PERSENTASI PPT


Tidak ada komentar: