IMPLEMENTASI
NILAI-NILAI BUDAYA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH YANG BERKUALITAS
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata
Kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan
Dosen
Pengampu : Dr. H. Rosyid Rosihan
Oleh
: Kelompok 1 ( Kelas VI C Sore )
Debi
Liana Lestari ( 11.050.10067 )
Sri
Asih ( 11.050.10041 )
Sukisno
( 11.050.10078 )
Mustofa
Jamil Azfar ( 11.050.10089 )
Ahmad
Muntaha ( 11.050.10079 )
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM SYEKH YUSUF
TANGERANG
2014
Abstrak.
Kepala sekolah harus menyadari bahwa budaya sekolah
yang ada saat ini tidak lepas dari gaya kepemimpinannya. Perubahan budaya
sekolah yang lebih sehat harus dimulai dari gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Dalam pengembangan budaya sekolah, Kepala Sekolah berpengaruh terhadap tiga
hal, yaitu: (1) Kepala Sekolah memperhatikan dan mengembangkan guru dan stafnya
sesuai dengan potensinya, (2) dapat mempengaruhi guru-guru yang memiliki
kemampuan kepemimpinan dan memiliki kemauan untuk memimpin atau dipimpin, dan
(3) membantu menentukan sekolah agar memiliki jaringan informal yang diperlukan
untuk membentuk kepemimpinan sekolah yang kuat.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan budaya mutu di sekolah, yaitu:
(1) iklim dan lingkungan sekolah yang kondusif, (2)
perangkat kerja dan fasilitas pembelajaran secara memadai, (3) prosedur dan
mekanisme kerja yang jelas, (4) dorongan dan pengakuan atas prestasi kerja yang
diraih guru dan staf.
Budaya sekolah penting perannya terhadap kesuksesan
sekolah dengan beberapa alasan. Pertama, budaya sekolah merupakan
identitas bagi para personil sekolah. Kedua, budaya sekolah
merupakan sumber penting stabilitas dan kelanjutan penyelenggaraan pendidikan
di sekolah sehingga memberikan rasa aman bagi personil sekolah. Ketiga,
budaya sekolah membantu personil sekolah untuk mengintegrasikan apa yang
terjadi didalam suatu sekolah. Keempat, budaya sekolah sangat membantu
menstimulasi antusiasme karyawan dalam menjalankan tugasnya.
I.
PENDAHULUAN
Budaya
merupakan produk lembaga yang berakar dari sikap mental, komitmen, dedikasi,
dan loyalitas setiap personil lembaga. Budaya merupakan pandangan hidup yang
diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir,
perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun
abstrak. Budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan di antara
para anggota kelompok atau organisasi. Budaya juga dapat dilihat sebagai suatu
perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian
dengan lingkungan dan cara memandang persoalan serta pemecahannya.
Eksistensi
budaya sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas
sekolah. Kondisi ini mengingat bahwa budaya sekolah berkaitan erat dengan
perilaku dan kebiasaan-kebiasaan warga sekolah untuk melakukan penyesuaian
dengan lingkungan, serta cara memandang persoalan dan memecahkannya di lingkungan
sekolah, sehingga dapat memberikan landasan dan arah pada berlangsungnya suatu
proses pendidikan yang efektif dan efisien. Dengan demikian maka substansi
budaya sekolah adalah perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup warga sekolah
yang berusaha mendinamisir lingkungan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah.
Budaya sekolah yang positif akan memberi warna tersendiri dan sejalan dengan
pelaksanaan menajemen berbasis sekolah. Budaya positif tersebut antara lain:
budaya jujur, budaya saling percaya, budaya bersih, budaya disiplin, budaya
baca, budaya kerjasama, budaya memberi teguran dan penghargaan.
II.
PEMBAHASAN
a. Konsep Budaya Sekolah
Budaya
dapat didefinisikan sebagai sikap mental dan kebiasaan lama yang sudah melekat
dalam setiap langkah kegiatan dan hasil kerja. Fungsi utama budaya adalah untuk
memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi
merespons sesuatu, menghadapi ketidakpastian dan kebingungan.
Budaya
adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan, kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan
suatu kelompok masyarakat atau organisasi kemudian tercermin dari sikap menjadi
perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai
”kerja” atau bekerja.
Pengertian
budaya yang diberikan oleh Melville Herskovits (dalam Sobirin, 2007:53) bahwa:
”......is construct describing the total body of belief, behavior,
knowledge, sanctions, values, goals that make up the way of life of
people”. (Budaya adalah sebuah kerangka pikir yang menjelaskan
tentang keyakinan, perilaku, pengetahuan, kesepakatan-kesepakatan, nilai-nilai,
tujuan ayang kesemuanya itu membentuk pandangan hidup sekelompok orang).
Dari
pendapat tersebut, menggambarkan bahwa budaya merupakan pandangan hidup yang
diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir,
perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun
abstrak. Budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan di antara para
anggota kelompok atau organisasi. Budaya juga dapat di lihat sebagai perilaku,
nilai-nilai sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukukan penyesuaian dengan
lingkungan dan cara memandang suatu persoalan serta pemecahannya.
Mencermati
kedua pendapat yang telah dikemukakan tentang budaya, maka dapat dikatakan
bahwa budaya merupakan pandangan hidup yang di akui bersama mencakup cara
berpikir, berperilaku dan nilai-nilai yang tercermin dalam komitmen dan suatu
loyalitas individu dalam merespon kebutuhan organisasi.
Nurkholis
(2003:45) bahwa budaya sekolah sebagai pola, nilai-nilai, norma-norma, sikap,
ritual, mitos, dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang
sekolah. Kategori dasar yang menjadi ciri-ciri budaya sekolah sebagai organisasi
merupakan fondasi konseptual yang tidak tampak yang terdiri dari: nilai-nilai,
falsafah, dan ideologi yanga berinteraksi dengan simbol-simbol dan ekspresi
yang tampak yaitu: (a) manifestasi konseptual-verbal yang mencakup tujuan dan
sasaran, kurikulum, bahasa, kiasan-kiasan, sejarah organisasi,
kepahlawanan-kepahlawanan organisasi dan struktur organisasi; (b) manifestasi
perilaku yang meliputi ritual-ritual, upacara-upacara, proses belajar mengajar,
prosedur operasional, aturan-aturan, penghargaan dan sanksi, dorongan
psikologis dan sosial dan bentuk interaksi dengan orang tua dan masyarakat; (c)
manifestasi dan simbol-simbol material-visual yang meliputi fasilitas dana
peralatan, peninggalan-peninggalan, keuangan, motto, dan seragam.
Ansar
& Masaong (2011:187) mengemukakan budaya sekolah merupakan sistem nilai
sekolah dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan serta cara warga sekolah
berperilaku. Budaya sekolah dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh
secara mendalam tentang bagaimana sekolah seharusnya dikelola atau
dioperasikan.
Jerald
Greenberg (dalam Ansar & Masaong, 2011:186) menambahkan bahwa budaya
sekolah diartikan sebagai sistem makna yang dianut bersama oleh warga sekolah
yang membedakannya dengan sekolah lain. Jadi pada dasarnya budaya sekolah
terkait erat dengan pandangan hidup yang dimiliki oleh sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Budaya sekolah disebut kuat bila guru,
staf, stakeholder lainnya saling berbagi nilai-nilai dan keyakinan dalam
melaksanakan pekerjaan. Budaya sekolah adalah kerangka kerja yang disadari,
terdiri dari sikap-sikap, nilai-nilai, norma-norma, perilaku-perilaku dan
harapan-harapan diantara warga sekolah. Bila sudah terbentuk maka
keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan harapan-harapannya cenderung relatif
stabil serta memiliki pengaruh yang kuat terhadap sekolah.
Berdasarkan
uraian tersebut, maka budaya sekolah dapat diartikan sebagai perilaku,
nilai-nilai dan cara hidup warga sekolah. Budaya ini perlu dikembangkan ke arah
yang positif sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan
yang muncul di sekolah. Mengingat budaya sekolah terkait erat dengan tumbuhnya
perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan
lingkungan, serta cara memandang persoalan dan memecahkanya di lingkungan
sekolah, sehingga dapat memberikan landasan dan arah pada berlangsungnya suatu
pembelajaran secara efisien dan efektif. Dengan demikian pengertian budaya
sekolah adalah perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup warga sekolah.
b.
Karakteristik Budaya Sekolah
Budaya
sekolah berkaitan dengan cara warganya mempersepsikan karakteristik budaya
sekolah. Artinya pemahaman ini penting untuk bisa membedakan antara budaya
sekolah dan kepuasan kerja. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ansar &
Masaong (2011:186) bahwa budaya sekolah memiliki empat karakteristik yaitu: (a)
budaya sekolah yang bersifat khusus (distinctive) karena masing-masing
sekolah memiliki sejarah, pola komunikasi, sistem dan prosedur, pernyataan visi
dan misi; (b) budaya sekolah pada hakikatnya stabil dan biasanya berubah,
dimana budaya sekolah akan berubah bila ada ancaman ”krisis” dari sekolah yang alain;
(c) budaya sekolah biasanya memiliki sejarah yang bersifat implisit dan tidak
eksplisit; (d) budaya sekolah tampak sebagai perwakilan simbol yang melandasi
keyakinan dan nilai-nilai sekolah tersebut. Dari karakteristik ini, dapat
dikatakan bahwa kejadian-kejadian internal dan eksternal yang terjadi di
sekolah bisa mengubah budaya sekolah misalnya: kondisi dasar, teknologi baru,
perubahan kebijakan, dan faktor lain.
Sudarwan
mengemukakan bahwa karakteristik primer budaya sekolah yaitu: (a) keanggotaan
komunitas sekolah yang inovatif dan siap mengambil resiko; (b) komunitas
sekolah, khususnya kepala sekolah, guru dan staf bertindak secara cepat dan
tepat; (c) aksi riil komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah dengan guru,
lebih dominan ketimbang verbalistik; (d) fokus kerja kepala sekolah dan guru
berorintasi pada hasil, sedangkan teknik, dan proses kerja bersifat instrumen
saja; (e) berorientasi pada orang atau komunitas pelanggan baik internal maupun
eksternal; (f) sinergi secara tim, (g) keresponsifan dan keagresifan kerja yang
tinggi; (h) keajegan dan konsistensi terhadap kebijakan; (i) keterandalan,
visi, misi, tujuan, kebijakan, dan implementasinya, serta; (j) akuntabilitas
dan sustainabilitas program.
Karakteristik
budaya sekolah yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Nurkholis (2003:46)
yaitu: (a) budaya sekolah akan lebih mudah dipahami ketika elemen-elemennya terintegerasi
dan konsisten antara yang satu dengan yang lain; (b) sebagian besar warga
sekolah harus menerima nilai-nilai budaya sekolah; (c) sebagian besar budaya
sekolah berkembang dari kepala sekolah yang memiliki pengaruh yang besar
terhadap gurunya; (d) budaya sekolah bersifat menyeluruh pada semua sistem; (e)
budaya sekolah memiliki kekuatan yang bervariasi, yaitu kuat atau lemah
tergantung pada pengaruhnya terhadap perilaku warga sekolah.
Mencermati
berbagai karakteristik budaya sekolah yang dikemukakan tersebut, dapat
dikatakan bahwa budaya sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: (a)
antusiasme guru dalam mengajar; (b) penguasaan materi yang diajarkan; (c)
kedisiplinan sekolah; (d) proses pembelajaran; (e) jadwal yang ditepati; (f)
sikap guru terhadap siswa; (g) kepemimpinan kepala sekolah.
c. Pengembangan Budaya Sekolah
Pengembangan
budaya sekolah dilakukan dalam rangka membangun iklim akademik sekolah.
Tanda-tanda perubahan sebagai akibat tindakan pengembangan dapat dilihat dari
indikator. Indikator yang dapat dikembangkan tergantung pada nilai-nilai budaya
yang menjadi fokus garapan pengembangan budaya sekolah.
Melalui
pengembangan budaya sekolah yang dilakukan secara dinamis serta berpijak pada
nilai, norma, serta filosofi yang disepakati oleh segenap stakeholder
pendidikan di sekolah akan mampu menumbuhkembangkan sekolah menjadi pusat
pengembangan dan pendewasaan peserta didik.
Depdiknas
(2002:14) mengemukakan pengembangan budaya sekolah akan menunjukan
kecenderungan budaya sekolah yang bersifat positif, negatif, dan netral. Budaya
yang sifatnya positif agar lebih ditingkatkan, sedangkan yang sifatnya negatif
diusahakan diminimalkan. Selanjutnya direncanakan suatu tindakan atau kegiatan
yanga hasilnya diharapkan dapat mengubah atau membangun budaya positif yang
dapat meningkatkan mutu akademik.
Objek
tindakan dan cara pengembangan budaya sekolah harus timbul dari bawah. Untuk
itu perlu selalu dimusyawarahkan dengan warga sekolah, termasuk orang tua
melalui komite sekolah. Dengan demikian tindakan dapat dilakukan secara
bersama-sama dan serempak, dan didukung oleh semua warga sekolah.
Ansar
& Masaong, (2011:195) menjelaskan bahwa mekanisme pengembangan budaya
sekolah dapat juga ditempuh melalui: (a) perbaikan desain dan struktur organisasi
sekolah; (b) sistem dan prosedur kerja; (c) peningkatan fasilitas penunjang
pembelajaran; (d) kisah-kisah, legenda, dongeng yang merupakan simbol-simbol
bermakna di sekolah dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan nilai-nilai
kepada warga sekolah; (e) pernyataan formal kepala sekolah berupa nilai-nilai,
falsafah dan keyakinan-keyakinan yang perlu diwujudkan.
Terkait
dengan nilai-nilai yang direkomendasikan sehubungan dengan pengembangan budaya
sekolah, terungkap aspek budaya utama sebagaimana yang dikemukakan oleh
Depdiknas (2002:14) yaitu sebagai berikut: (1) budaya jujur; (2) budaya saling
percaya; (3) budaya kerjasama; (4) budaya baca; (5) budaya disiplin dan
efiensi; (6) budaya bersih; (7) budaya berprestasi dan berkompetisi; dan (8)
budaya memberi teguran dan penghargaan. Selanjutnya terkait budaya jujur
mencakup: (a) transparansi dalam pengambilan kebijakan di sekolah seperti:
penerimaan siswa baru dan keuangan sekolah; (b) kemandirian siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas (tidak mencontek); (c) kesesuaian laporan dengan
kenyataan.
Terkait
budaya saling percaya mencakup: (a) pendelegasian wewenang jika pimpinan sedang
ada tugas tertentu dan atau berhalangan tugas; (b) penetapan peserta
penataran/pelatihan; (c) pembentukan tim kerja atau satuan tugas.
Terkait
budaya kerjasama mencakup: (a) keterlaksanaan pembagian tugas; (b) cara
pengambilan keputusan; (c) partisipasi komite sekolah, orang tua, masyarakat,
dan alumni, (d) pelaksanaan team teaching.
Terkait
budaya baca mencakup: (a) jumlah kunjungan ke perpustakaan; (b) jumlah buku
yang dipinjam; (c) jenis buku yang dipinjam atau dibaca. Terkait dengan budaya
disiplin dan efisiensi mencakup: (a) ketepatan waktu (jam PBM); (b) frekuensi
kehadiran; (c) cara berpakaian; (d) ketepatan waktu rapat dinas di sekolah; (e)
pemanfaatan media; (f) pemanfaatan komputer untuk kearsipan/administrasi
sekolah.
Terkait
dengan budaya bersih mencakup: (a) kebersihan halaman sekolah; (b) kebersihan
ruang kelas/laboratorium; (c) kebersihan ruang kerja;(d) kebersihan kamar mandi
dan WC. Sementara budaya berprestasi dan berkompetisi mencakup: (a) partsipasi
dalam berbagai lomba; (b) motivasi berprestasi. Sedangkan terkait dengan budaya
memberi teguran dan penghargaan terdiri dari: (a) pemberian teguran bagi yang berbuat
salah; (b) pemberian penghargaan bagi yang berprestasi.
d.
Keterampilan Kepala Sekolah Dalam Pengembangan Budaya Sekolah
Upaya
untuk mengembangkan budaya sekolah terutama berkenaan keterampilan kepala
sekolah selaku pemimpin dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah
hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga
diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna memahami masalah-masalah yang
sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya
tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam
memberikan penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna
meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.
Keterampilan
kepala sekolah pada dasarnya erat kaitannya dengan kecakapan, pengetahuan yang
dimiliki oleh kepala Sekolah dalam merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan
mengawasi sumber daya serta potensi yang dimiliki oleh suatu sekolah agar
tujuan sekolah dapat dicapai. Sedangkan budaya sekolah adalah nilai, norma,
sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah yang akan
mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan serta cara warga sekolah berperilaku
tentang bagaimana sekolah seharusnya dikelola atau dioperasikan.
Peran
kepala sekolah memberi orientasi pada terbentuknya budaya sekolah yang kuat,
guna mendukung kesuksesan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Ansar & Masaong (2011:192) mengemukakan bahwa
keterampilan kepala sekolah yang berorientasi pada pengembangan budaya sekolah
dapat diartikan sebagai upaya kepala sekolah untuk mempengaruhi, merubah, atau
mempertahankan budaya sekolah yang kuat untuk mendukung terwujudnya visi, misi
dan tujuan sekolah. Melalui keterampilan yang dimiliki oleh kepala sekolah maka
kepala sekolah dapat mengembangkan dan memperkuat budaya sekolah, hal ini dapat
dilakukan dengan upaya-upaya mengembangkan budaya sekolah yang bersifat
positif, karena budaya sekolah yang bersifat positif mendukung peningkatan mutu
pendidikan yang positif serta akan memberi warna tersendiri dan sejalan dengan
pelaksanaan menajemen berbasis sekolah. Budaya positif tersebut antara lain:
budaya jujur, budaya saling percaya, budaya bersih, budaya disiplin, budaya
baca, budaya kerjasama, budaya memberi teguran dan penghargaan. Mencermati hal
tersebut maka kepala sekolah melalui kompetensi yang dimilikinya dapat
memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan budaya sekolah, sehingga
secara maksimal dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan.
Budaya
sekolah berkaitan erat dengan visi dan misi yang dimiliki oleh kepala sekolah.
Kepala sekolah yang memiliki visi akan mampu mengatasi tantangan sekolah di
masa depan. Hal ini akan efektif apabila: (1) kepala sekolah dapat berperan sebagai
model (teladan); (2) mampu membangun team work yang kuat; (3) belajar dari
guru, staf, dan siswa, dan (4) harus memahami kebiasaan yang baik di sekolah
auntuk terus dikembangkan.
Uraian
tersebut dapat dipahami bahwa kepala sekolah mempunyai peran penting dalam
mengembangkan budaya sekolah. Kepala sekolah memperkuat budaya sekolah yang
merupakan upaya-upaya untuk mengartikulasikan visi, misi, tujuan, nilai-nilai
keunikan, sistem simbol, imbalan yang memadai, ikatan siswa dan masyarakat,
sehingga diharapkan kepala sekolah dapat membangun budaya sekolah yang kuat
untuk meningkatkan keefektifan sekolah guna mencapai tujuan, karena budaya
sekolah akan memberikan seperangkat norma yang dibutuhkan warga sekolah,
sehingga dapat memberikan pemaknaan yang kuat terhadap apa yang dilakukan para
guru, siswa dan staf di sekolah.
Mengacu
dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya sekolah senantiasa merujuk pada ketrampilannya
mengembangkan budaya unggul, yang kesemuanya tercakup dalam tiga keterampilan
yaitu: (1) Keterampilan teknis (technical skills), (2) Keterampilan
hubungan manusia (human skills), (3) Keterampilan konseptual (conceptual
skills).
Penjabaran
dari keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah dalam pengembangan budaya
sekolah, dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ansar & Masaong (2011:194) antara lain: (1) kepala sekolah
mengartikulasikan visi dan misi sekolah dalam rangka menciptakan kesatuan ide
tentang sekolah sesuai dengan yang dicita-citakan; (2) mengartikulasikan
nilai-nilai dan keyakinan dalam organisasi sekolah; (3) menciptakan desain dan
struktur organisasi sekolah; (4) menciptakan sistem simbol yang dapat
memperkuat keunikan sekolah; (5) membangun sistem reward yang sesuai
dengan norma dan nilai yang ada di sekolah; (6) membangun hubungan sosial dan
emosional antara siswa, guru, dan masyarakat sesuai dengan komitmen dan visi
sekolah.
Pendapat
senada dikemukakan oleh Sauis bahwa peranan utama kepala sekolah dalam
menciptakan budaya sekolah adalah: (1) memiliki visi yang jelas; (2) memiliki
komitmen yang jelas mengenai perbaikan mutu; (3) mengkomunikasikan perbaikan
mutu; (4) menjamin kebutuhan pelanggan sebagai pusat kebijakan di sekolah; (5)
menjamin tersedianya saluran yang cukup untuk menampung saran-saran pelanggan
internal dan eksternal; (6) memimpin pengembangan staf; (7) bersikap hati-hati
dan bijaksana dalam menghadapi kesalahan staf; (8) mengarahkan inovasi sekolah;
(9) menjamin kejelasan struktur organisasi dalam menegaskan tanggung jawab dan
memberikan pendelegasian yang cocok dan maksimal; (10) memiliki sikap teguh
untuk mengeluarkan penyimpangan dari budaya sekolah; (11) membangun budaya
kelompok kerja aktif; dan (12) membangun mekanisme yang sesuai untuk memantau
dan mengevaluasi keberhasilan.
Keterkaitan
keterampilan kepala sekolah dengan budaya sekolah dapat dilihat dari bagaimana
mereka membentuk atau mempertahankan budaya sekolah yang kuat. Sebagaimana
penjelasan Yulk yang merupakan refleksi dari penelitian Trice dan Beyer bahwa:
budaya dipengaruhi oleh berbagai perilaku pemimpin, termasuk contoh-contoh yang
diterapkan, apa yang diperhatikan pemimpin, cara memimpin, mengalokasikan
imbalan-imbalan, dan cara memimpin membuat pilihan, promosi, dan keputusan
untuk memberhentikan orang. Mekanisme-mekanisme tambahan untuk membentuk budaya
termasuk rancangan struktur organisasi, sistem manajemen, fasilitas, pernyataan
formal tentang ideologi,dan kisah-kisah formal, dongeng-dongeng serta
legenda-legenda. Jauh lebih mudah untuk menanamkan budaya baru daripada
mengubah budaya yang sudah ada. Namun demikian, kepemimpinan kultural juga
penting untuk memperkuat budaya dalam sebuah organisasi sekolah.
Dari
sini lahir rasional bahwa kepemimpinan efektif kepala sekolah berkaitan dengan
keterampilannya dalam mengartikulasikan nilai, keyakinan, dan perilakunya dalam
pengembangan budaya sekolah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengembangan
budaya sekolah sangat tergantung pada keterampilan kepala sekolah dalam
mengarahkan aktivitas warganya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak untuk
membangun budaya sekolah yang kuat. Di sini seorang kepala sekolah dituntut
untuk mengelola unsur-unsur budaya sekolah yang termanifestasi dalam dalam tiga
keterampilan yaitu: (1) Keterampilan teknis (technical skills), (2)
Keterampilan hubungan manusia (human skills), (3) Keterampilan
konseptual (conceptual skills).
e.
Strategi Kepala Sekolah dalam
Pengembangan Budaya Mutu di Sekolah
Budaya mutu yang baik
adalah yang dikembangkan secara utuh dan terpadu sebagai suatu sistem. Bangunan
budaya mutu di sekolah yang harus dikembangkan dengan mengacu pada visi dan
misi yang telah ditetapkan, sedangkan visi dan misi harus berfokus pada
costumer (pengguna jasa) baik internal maupun eksternal. Salain itu,
nilai-nilai dan keyakinan itu harus mampu meningkatkan keterlibatan warga
sekolah, stakeholder dan masyarakat. Keyakinan dan nilai-nilai tersebut
harus mampu mendorong dan meningkatkan komitmen kerja untuk menghindari dan
mengantisipasi aspek-aspek yang dapat mengganggu terwujudnya tujuan sekolah.
Segala permasalahan harus dievaluasi dan ditindaklanjuti dengan prinsip
perbaikan berkelanjutan. Bangunan budaya mutu berkelanjutan dapat dilihat pada
gambar berikut
1)
Visi dan Misi
Kepala
sekolah dituntut untuk merumuskan dan menetapkan visi dan misi sekolah sebagai
kesatuan ide dan perekat bagi warga sekolah. Untuk mewujudkan visi dan misi
sekolah yang telah dirumuskan perlu ditetapkan tugas dan fungsi masing-masing
individu.
Menurut
Siagian (1995) visi dan misi merupakan maksud dan kegiatan utama yang membuat
organisasi memiliki jati diri yang khas sekaligus membedakannya dengan
organisasi lainnya. Demikian pula halnya sekolah, visi dan misi yang telah
dirumuskan harus menggambarkan karakteristik unik sekolah yang dapat
diterjemahkan dalam aktivitas-aktivitas yang lebih operasional.
Menurut
Yukl (1981) memahami visi dan misi merupakan hal yang saling menyatu, karena
visi merupakan sumber harga diri dan tujuan bersama bagi warga sekolah. Visi
sebagai sebuah gambaran yang menarik dan intuitif mengenai bagaimana sekolah
menuju masa depan yang lebih baik. Visi dapat diartikulasikan dalam bentuk
pernyataan misi (mission statement) yang mengandung nilai-nilai dan
tema-tema utama. Simano (dalam Asrin, 2006) membedakan visi dan misi dalam
kerangka tujuan masing-masing. Visi terkait dengan apa yang didambakan (what
do we want to have) di masa depan, dan misi merupakan dambaan bagaimana mewujudkan
visi ke depan (what do we want to be).
Sedangkan
misi menurut pandangan Osborne dan Gaebler adalah menggerakkan sekolah secara
lebih baik. Keunggulan misi secara nyata yaitu bahwa sekolah yang digerakkan
sesuai misi lebih efesien, lebih efektif, lebih baik, lebih fleksibel, dan
mempunyai semangat yang lebih tinggi. Visi dan misi yang kuat menjadi milik
sekolah melalui proses yang terkelola dan terencana secara baik oleh kepala
sekolah. Saskhin dan Mouy menjelaskan empat langkah dalam membangun visi yang
kuat, yaitu; (1) mengekspresikan visi, (2) menjelaskan sebuah visi, (3)
melaksanakan sebuah visi, (4) memperluas jangkauan sebuah visi.
Melalui
proses tersebut, visi sekolah dapat difahami, dihayati dan dilaksanakan oleh
warga sekolah sesuai peran dan tanggungjawabnya masing-masing. Oleh karena itu,
dalam melakukan rekrutmen kepala sekolah harus diutamakan yang memiliki
pemahaman tentang visi dan misi agar dapat mewujudkan tujuan sekolah secara
efektif. Selain itu, kepala sekolah mengemukakan dan menjabarkan visi dan
misinya pada semua warga sekolah, stakeholders dan masyarakat. Dengan
demikian visi dan misi bersifat powerfuul dalam menggerakkan sekolah.
Selain itu, visi merupakan kepemilikan (ownership) dan komitmen (commitment)
dasar sekolah, yang didambakan staf dan masyarakat luas.
2) Keyakinan dan Nilai
Keyakinan
dan nilai merupakan ide-ide mendasar sesuai yang diinginkan, yang benar, dan
yang dianggap baik oleh sebagian besar warga sekolah. Sekolah sebagai
organisasi mempunyai nilai-nilai yang diyakini oleh warganya yang
termanifestasi pada cara berpikir, bertindak dan menyikapi hal-hal yang terkait
dengan sekolah. Nilai dan keyakinan dalam kepemimpinan merupakan landasan
filosofis semangat sekolah (spirit of school), sehingga sekolah dapat
bergerak sesuai dengan visi dan misi yang diharapkan. Nilai dan keyakinan kepala
sekolah tentang sekolah yang dipimpinnya merupakan dimensi terdalam dari
nilai-nilai universal yang diemban, sekaligus merupakan refleksi dari nilai dan
keyakinan masyarakat sekolah.
Nilai
dan kayakinan yang dimiliki kepala sekolah, biasanya termanifestasi dalam diri
sekolah. Di mana kepala sekolah berupaya agar nilai dan keyakinannya dapat
menjadi harapan dan milik sekolah. Peran dan tanggung jawab kepala sekolah
adalah untuk mentransformasi nilai dan keyakinan agar terwujud sebagai bentuk
prilaku sekolah. Kepala sekolah mengarahkan nilai dan keyakinan untuk membangun
budaya sekolah yang unggul (culture of exeuence school).
Nilai
dan keyakinan akan dapat memberikan kontribusi besar dalam menggerakkan sekolah
sangat tergantung pada peran dan tanggung jawab kepala sekolah. Ia dituntut
untuk mengkomunikasikan nilai dan keyakinan sekolah agar memberikan dampak
positif terhadap prilaku stafnya. Siswa, guru, karyawan, orang tua, dan
masyarakat harus memahami, menghayati dan mengartikulasikan nilai dan keyakinan
untuk menggerakkan semua sumber daya sekolah dalam mencapai tujuan.
Kepala
sekolah dituntut dapat membangun nilai dan keyakinan sekolah yang kokoh sebagai
landasan mewujudkan sekolah yang baik (good school). Nilai dan keyakinan
tersebut dapat menjadi landasan moral prilaku warga sekolah. Kepala sekolah
membangun nilai dan keyakinan anggota didasarkan pada visi dan misi sekolah
tersebut.
Norma
dapat dipahami sebagai seperangkat ketentuan yang berlangsung secara alami atau
ditetapkan oleh suatu kelompok untuk ditaati bersama. Norma dapat berupa
kebiasaan, adat-istiadat dan peraturan.13 Norma dapat menjadi
referensi anggota dalam berpikir dan bertindak tentang apa yang akan dicapai di
sekolah. Itulah sebabnya, sekolah yang memiliki norma akan melahirkan
karakteristik budaya sekolah yang berkualitas.
Sekolah
yang memiliki budaya mutu dapat dilihat dari kemampuan sekolah untuk
menciptakan seperangkat norma sebagai acuan warga sekolah dalam berprilaku di
sekolah. Kepala sekolah, guru, siswa, dan pihak lainnya tanpa norma yang
tertanam dalam aktifitas sehari-hari maka akan sulit untuk mencapi tujuan
sekolah secara efektif dan efesien. Di sinilah kepala sekolah dituntut untuk
membangun norma sekolah agar tercipta iklim sekolah yang bermutu.
Seperangkat
peraturan sekolah merupakan bentuk norma yang terorganisir di sekolah baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Semakin kuat norma yang ditetapkan di
sekolah maka akan terbangun budaya mutu yang berkualitas baik pula.
3) Sistem simbol (Pemaknaan Pencapaian Tujuan)
Simbol
yaitu tindakan atau obyek-obyek materil yang diterima secara sosial sebagai
gambaran nyata tentang sesuatu (Zendin). Simbol sekolah dapat sebagai suatu
bentuk pemaknaan yang lebih kongkrit dari tujuan yang diinginkan. Simbol dapat
berupa tindakan-tindakan nyata yang dapat membawa implikasi sekolah dalam
menanggulangi faktor penghambat keberhasilan. Aktifitas-aktifitas sekolah dapat
ditampilkan dalam bentuk simbol yang jelas yang dapat memberi makna dan harapan
terhadap warga sekolah sehingga menjadi ciri tersendiri dalam pengembangan
budaya mutu sekolah secara efektif dan efisien.
Keberhasilan
kepemimpinan kapala sekolah dapat dilihat dari kuatnya sistem simbol (kekhasan)
yang diciptakan di sekolah yang dapat membedakan dengan sekolah lain. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan apresiasi siswa, guru, karyawan, orang tua, dan
masyarakat terhadap keunggulan sekolah. Melalui simbolisasi dapat
diilustrasikan tentang sesuatu yang dihargai, bermakna, dan yang diinginkan
dalam mencapai tujuan sekolah.
4) Sistem Penghargaan
Menurut
Reborejenis penghargaan dapat bersifat intrinsik dan ektrinsik. Penghargaan
intrinsik yaitu penghargaan yang diberikan karena melaksanakan tugas-tugasnya
sehingga motivasinya lebih meningkat, sedangkan penghargaan ekstrinsik dapat
berupa kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung bisa berupa
upah yang diberikan atau tugas tambahan, sedangkan kompensasi tidak langsung
berupa imbalan yang diberikan baik verbal maunpun nonverbal.
Penghargaan
sebagai bentuk reward yang diberikan kepada semua guru dan staf baik dalam
bentuk uang, promosi, penghargaan dan atau pengakuan akan memberikan motivasi
yang kuat bagi terwujudnya budaya yang baik. Gaji merupakan salah satu faktor
penyehat yang dapat mempengaruhi peningkatan moral kerja guru di sekolah.
Sementara penghargaan di sekolah bisa dilakukan dalam bentuk yang sederhana
seperti pujian, dorongan dan motivasi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Demikian pula penghargaan dapat diberikan oleh guru-guru kepada para siswanya
di kelas.
5)
Hubungan Sosial dan Emosional
Hubungan
emosional dan sosial kepala sekolah dengan bawahan harus mampu menciptakan
iklim sekolah yang sehat (Goleman, 2001). Kemampunan kepala sekolah dalam
membangun hubungan sosial dan emosiaonal yang baik di sekolah sangat ditentukan
oleh aspek interpersonal dan intrapersonalnya. Aspek interpersonal terkait
dengan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan aspek
intrapersonal terkait dengan keperibadian kepala sekolah. Aspek interpersonal
dan intrapersonal akan mempengaruhi kepala sekolah dalam menciptakan hubungan
emosional dengan guru, staf dan siswa.
Hubungan
sosial dan emosional antara guru, siswa dan staf yang baik, akan melahirkan
budaya sekolah yang sehat bagi terwujudnya proses pendidikan yang berkualitas.
Paling tidak tiga komponen sekolah yaitu guru, siswa dan staf dapat menciptakan
kondisi lingkungan yang produktif. Hubungan ini tentu akan lebih bermakna
apabila kepala sekolah memberikan apresiasi yang positif terhadap semua proses
pendidikan di sekolah. Untuk itulah tugas dan tanggungjawab kepala sekolah akan
besar pengaruhnya bagi terwujudnya hubungan sosial dan emosional yang sehat.
Kepala
sekolah dalam membina hubungan sosial dan emosional hendaknya memperhatikan
perilaku dan kebutuhan stafnya, agar bisa di arahkan untuk terciptanya
lingkungan sosial sekolah yang harmonis. Dalam rangka ini, kepala sekolah dapat
melakukan kritik yang membangun, meningkatkan integritas pribadi, dan
mengembangkan pola hubungan yang manusiawi.
6)
Akuntabilitas
Akuntabilitas
sekolah sebagai sebuah pengakuan tertinggi, baik secara internal maupun
eksternal di tengah masyarakat luas (Depdiknas, 2001). Akuntabilitas sekolah
merupakan pengukuran kinerja dan aktivitas-aktivitas untuk memenuhi standar
mutu (Watson & Supovitz) terutama kemampuan sekolah untuk memfokuskan diri
pada kebutuhan pelanggan (costumers needs). Kekuatan sekolah yang
memfokuskan diri pada pelanggan akan memberikan layanan pendidikan yang
memuaskan.
Menurut
Murgatroyd dan Morgan (1994) dalam penelitiannya tentang keefektifan sekolah
ditemukan penyebab utama sekolah mempunyai kinerja yang tinggi yaitu; (1)
budaya atau iklim sekolah; (2) kepemimpinan dan sistem sekolah; dan (3)
dukungan orang tua. Itulah pentingnya akuntabilitias sekolah untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan.
7)
Perbaikan Mutu Berkelanjutan
Komitmen
dan upaya untuk melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mutu
hendaknya menjadi perhatian semua komponen sekolah. Oleh karena itu, sekolah
dituntut untuk memperbaiki secara berkesinambungan sumber daya pendidikan agar
mutu sekolah terus mengalami peningkatan. Guru, staf, dan siswa hendaknya
berupaya secara intensif mengembangkan kompetensinya dalam rangka peningkatan
mutu sekolah. Kepala sekolah sebagai pimpinan yang bertanggung jawab dalam
memimpin perbaikan mutu sekolah dituntut untuk melakukan upaya-upaya sistemik
dalam memperbaiki mutu sekolah Langkah-langkah proses peningkatan dan perbaikan
mutu sekolah meliputi: (1) memahami masalah-masalah sekolah, (2) identifikasi
dan dukumentasi proses, (3) mengukur unjuk kerja, (4) mengembangkan ide-ide;
dan (5) menerapkan solusi dan mengevaluasi.2 Untuk itulah kepala
sekolah harus memilki komitmen yang kuat untuk melakukan perbaikan mutu sekolah
secara berkesinambungan. Komitmen sekolah terhadap perbaikan mutu diharapkan
dapat dimiliki oleh semua komponen sekolah yang ada. Dengan adanya komitmen
yang kuat maka sekolah akan selalu respon atas perkembangan dan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mendukung peningkatan mutu sekolah seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat.
III.
PENUTUP
Untuk
membina dan mengembangkan budaya sekolah tidak lepas dari peranan kepala
sekolah sebagai pemimpin sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin, diharapkan
selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas kepemimpinannya yang mengarah
kepada pembentukan budaya sekolah yang kondusif, yaitu adanya kepatuhan,
kesetiaan, pengabdian dan kegotong-royongan dari warga sekolah. Dukungan atau
dorongan oleh kepala sekolah terhadap guru-guru untuk menciptakan budaya
sekolah yang positif dan memberikan semangat dan motivasi untuk meningkatkan
prestasinya, pada gilirannya guru akan senantiasa berusaha untuk bekerja lebih
baik.
IV. DAFTAR RUJUKAN
Ansar dan Masaong. 2011. Manajemen
Berbasis Sekolah. Gorontalo: Sentra Media
Arcaro, Jerome. S.
1995. Quality in Education: An Implementation Handbook. Terjemahan. St.
Lucie Press.
Asrin. 2006.
Kepemimpinan Kepala Sekolah pada Budaya Mutu di Sekolah. (Disertasi). Malang:
PPS Universitas Negeri Malang
Danim, Sudarman, 2006. Visi
Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas, 2003. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat PLP Hanson, E. Mark.
Dkk. 1985. Educational Administration and Organizational Behavior. Third
Edition. USA. Allyn and Bacon. Inc.
Hasbullah. 2006. Otonomi
Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Margaroyd, S & Coll
in, M. 1993. Total Quality Management and The School Philadelphia. Open
University Press.
Masaong, A.K. Menggali
Pengalaman Empirik Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di MI Unggulan Kota
Gorontalo. MakalahDisajikan pada Seminar Nasional ISMaPI
Nurkolis. 2003. Manajemen
Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia. Owens, R.
1981. Organizational Behavior In Education. Second Edition. New Jersey:
Englewood
Cliffs. Prantice Hall, Inc.
Robbins, P.S. Organizational
Behavior. Tenth Edition. Terjemahan. 2003. New Jersey: Upper Saddle River.
Prentice Hall.Inc.
Rusdinal. 2006. Pengembangan
Organisasi dengan Pendekatan Manajemen Berbasis sekolah (Studi
Multisitus pada Tiga Sekolah Dasar Negeri di Kota Cendekia). Malang: PPS
UM.
Sergiovanni, T. 1991. The
Principalship: A Refelctive Practice Perspective. Boston. Allyn and Becon.
LAMPIRAN PERSENTASI PPT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar